BERSAMA TANPA MENGUCILKAN

oleh -569 Dilihat
oleh

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang di antara kalian berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga, sampai kalian bercampur dengan orang lain. Karena hal itu dapat membuatnya bersedih.”
(Hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dan lafaz ini dari riwayat Muslim. Hadis sahih.)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang saling berbisik-bisik (tanpa yang ketiga).”

Makna “Munaajah” (المناجاة): Yaitu bermusyawarah dan berbisik secara rahasia (tanpa yang ketiga, sampai kalian bercampur dengan orang banyak).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam  menjelaskan alasannya dengan sabda,
“Karena hal itu dapat membuatnya bersedih.”

(Hadis disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dan lafaz ini dari riwayat Muslim.)

Hadis ini berisi larangan dua orang untuk saling berbisik ketika ada orang ketiga bersama mereka. Larangan ini tidak berlaku jika jumlah mereka lebih dari tiga orang, karena sebab (alasan) yang disebutkan dalam hadis sudah tidak ada, yaitu: orang ketiga bisa merasa sedih karena merasa ditinggalkan atau merasa bahwa ia tidak pantas untuk diajak berbagi rahasia, atau ia mengira bahwa pembicaraan rahasia itu tentang dirinya.

Alasan tersebut menunjukkan bahwa jika mereka berempat, maka tidak ada larangan bagi dua orang untuk berbisik-bisik, karena alasan (kesedihan orang yang ditinggal) tidak ada lagi.

Lafaz hadis ini secara lahir berlaku umum untuk semua keadaan, baik saat dalam perjalanan maupun di tempat tinggal (tidak sedang bepergian). Pendapat ini dianut oleh Ibnu Umar, Imam Malik, dan mayoritas ulama.

Sebagian ulama mengklaim bahwa hadis ini sudah mansukh (dihapus hukumnya), tetapi tidak ada dalil yang mendukung klaim tersebut.

Adapun ayat-ayat dalam surah Al-Mujadilah, itu berbicara tentang larangan kepada orang-orang Yahudi untuk saling berbisik-bisik. Sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dan Ibnu al-Mundzir dari Mujahid tentang firman Allah ta’ala,

“Tidakkah kamu melihat orang-orang yang dilarang dari berbicara rahasia (an-najwa)…”,
ia berkata, “Mereka adalah orang-orang Yahudi.”

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil bin Hayyan bahwa, “Antara orang-orang Yahudi dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam  pernah ada perjanjian damai. Namun, jika salah seorang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam  lewat di hadapan mereka, mereka duduk dan berbisik-bisik di antara mereka sampai orang beriman itu mengira bahwa mereka sedang membicarakan rencana pembunuhan terhadap dirinya, atau sesuatu yang tidak disukainya. Maka ketika orang mukmin itu melihat mereka, ia menjadi takut lalu berpaling dari jalan yang dilalui mereka. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  pun melarang mereka dari berbicara rahasia (an-najwa), tetapi mereka tidak mematuhi larangan itu. Lalu Allah ta’ala menurunkan ayat:
‘Tidakkah kamu melihat orang-orang yang dilarang dari berbicara rahasia (an-najwa)…’ (QS. Al-Mujadilah: 8).”

 

Sumber: Subulus Salam Hadis Ke empat kitab al Jami’ min Bulughil Maram