Keutamaan Menuntut Ilmu Dan Beradab
Salah satu hal terpenting yang patut dilakukan oleh seorang yang bijak di masa mudanya adalah bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menghiasi diri dengan adab yang baik—adab yang telah diakui keutamaannya oleh syariat dan akal, serta dipuji oleh berbagai pendapat dan tutur kata. Yang paling berhak dan pantas memiliki sifat mulia ini adalah para pencari ilmu, karena dengan adab tersebut mereka mencapai puncak kemuliaan dan menjadi pewaris para nabi. Mereka mengenal akhlak mulia Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, adab-adab beliau, dan para sahabatnya, serta mengikuti jejak para ulama salaf dan teladan dari para ulama khalaf.
Bab Pertama: Adab Penuntut Ilmu terhadap Dirinya Sendiri
Terdiri dari sepuluh jenis adab, di antaranya ialah:
1️. Menyucikan hati dari tipu daya, noda, dengki, dan akidah atau akhlak yang buruk, agar hati menjadi layak menerima ilmu, menghafal, dan memahami makna-makna dari ilmu. Jika hati bersih, ilmu menjadi berkah dan tumbuh seperti tanah subur yang ditanami benih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh—itulah hati.”
2️. Berniat baik dalam menuntut ilmu, yakni semata-mata mencari rida Allah, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariat, memperindah hati dan jiwa, serta mendekatkan diri kepada Allah dan meraih keutamaan di akhirat. Al Imam Sufyan ats-Tsauri berkata, “Aku tidak pernah menghadapi sesuatu yang lebih sulit daripada menjaga niatku.”
3️. Memanfaatkan masa muda dan waktu untuk belajar tanpa tertipu oleh penundaan dan angan-angan, karena setiap waktu yang berlalu tak dapat diganti. Penuntut ilmu hendaknya menjauh dari hal-hal yang dapat mengganggu atau menghalangi upaya belajarnya. Ulama salaf bahkan menyukai merantau jauh dari keluarga demi fokus belajar. Dikatakan, ‘Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya, kecuali kamu memberikan seluruh dirimu kepadanya.’
4️. Qana’ah dalam urusan dunia, menerima makanan yang ada walau sedikit, dan pakaian seadanya walaupun lusuh. Dengan kesabaran dalam kesederhanaan, hati jadi tenang dan mudah menerima ilmu. Al Imam Syafi’i berkata, “Tidak ada seorang pun yang berhasil mendapatkan ilmu dengan kemewahan dan rasa bangga. Namun, yang berhasil adalah yang merendahkan diri, hidup sederhana, dan melayani para ulama.”
5️. Membagi waktu dengan bijak, memanfaatkan sisa umur sebaik mungkin. Waktu terbaik untuk menghafal adalah sebelum subuh, untuk berdiskusi di pagi hari, menulis di siang hari, dan membaca serta mengulang pelajaran di malam hari. Al-Khatib berkata, “Waktu paling baik untuk hafalan adalah sebelum subuh, lalu siang hari, kemudian pagi hari.”
Sumber: Tadzkirotussami’, hlm. 141-147