Waktu Zakat Fitrah
Waktu zakat fitrah -yang tidak wajib sebelumnya, hanya menjadi wajib ketika waktu ini masuk, dan tidak wajib setelahnya- adalah setelah terbitnya fajar kedua (fajar shodiq) pada hari Idul Fitri, yang berlangsung hingga matahari memutih dan salat Id menjadi diperbolehkan pada hari tersebut. Maka, siapa yang meninggal sebelum terbit fajar pada hari tersebut, tidak ada kewajiban zakat fitrah atasnya. Dan siapa yang lahir saat matahari memutih pada hari Idul Fitri atau setelahnya, atau masuk Islam setelahnya, maka tidak ada kewajiban zakat fitrah atasnya.
Namun, siapa yang meninggal di antara dua waktu ini, atau lahir, atau masuk Islam, atau hidup terus sebagai seorang Muslim, maka wajib atasnya zakat fitrah. Jika ia tidak menunaikannya dan memiliki anak yang dapat membayarkannya, maka itu menjadi hutang baginya selamanya hingga ia membayarnya kapan pun ia mampu.
Pendapat Para Ulama:
- Imam Syafi’i: Waktu wajibnya zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari pada akhir hari Ramadan. Maka, siapa yang lahir pada malam Idul Fitri atau masuk Islam, tidak ada kewajiban zakat fitrah atasnya. Namun, siapa yang meninggal dalam waktu itu, wajib atasnya zakat fitrah.
- Imam Abu Hanifah: Waktu wajibnya adalah sejak terbit fajar pada hari Idul Fitri. Maka, siapa yang meninggal sebelum itu, atau lahir atau masuk Islam setelahnya, tidak ada kewajiban zakat fitrah atasnya.
- Imam Malik: Dalam satu riwayat dari Ashhab, ia berpendapat seperti Imam Syafi’i. Namun, dalam riwayat lain, ia mengatakan bahwa siapa yang lahir pada hari Idul Fitri, wajib atasnya zakat fitrah.
Abu Muhammad berkata: “Adapun orang yang berpendapat bahwa waktu wajibnya zakat fitrah adalah saat terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadan, maka ia berpendapat bahwa zakat tersebut adalah zakat fitrah, yaitu sebagai bentuk berbuka (fithr) dari puasa Ramadan dan keluar darinya secara keseluruhan.”
Dan yang lain berpendapat bahwa waktu wajibnya zakat fitrah adalah saat terbit fajar pada hari Idul Fitri mengatakan: “Inilah waktu berbuka yang sebenarnya, bukan sebelumnya. Sebab, setiap malam seseorang berbuka puasa, kemudian pada pagi harinya ia kembali berpuasa. Maka, berbukanya dari puasa Ramadan terjadi pada pagi hari Idul Fitri, bukan sebelumnya. pada saat itulah telah masuk waktu zakat fitrah berdasarkan kesepakatan antara kami dan kalian.”
Abu Muhammad berkata: Allah berfirman:
{فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ} [النساء: 59]
“Jika kamu berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. An-Nisa: 59)
Kami menemukan hadits dari Abdullah bin Yusuf, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Ahmad bin Fath, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Abdul Wahab bin Isa, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Ahmad bin Muhammad, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Ahmad bin Ali, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Muslim bin Hajjaj, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Muhammad bin Rafi’, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Ibnu Abi Fudaik, dia berkata, ”memberikan hadits kepada kami Ad-Dhahhak bin Utsman dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang berkata:
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إلَى الْمُصَلَّى
“Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan untuk menunaikan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar menuju tempat salat Id.”
Abu Muhammad berkata: “Maka inilah waktu penunaian zakat fitrah berdasarkan nash, dan keluarnya mereka untuk menunaikannya hanyalah agar dapat melaksanakannya. Adapun waktu pelaksanaan salat Idul Fitri adalah ketika matahari telah memutih pada hari tersebut. Jika mereka telah keluar untuk melaksanakan salat Id dan telah memulainya, maka waktu penunaian zakat fitrah telah berakhir.
Tinggallah pembahasan mengenai awal waktunya. Kami mendapati bahwa waktu penunaian zakat fitrah yang pasti adalah saat terbit fajar pada hari Idul Fitri. Maka, batal pendapat yang menetapkan waktunya sejak terbenam matahari pada malam Idul Fitri, karena hal itu bertentangan dengan waktu yang diperintahkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk menunaikannya.”
Abu Muhammad berkata: “Barang siapa yang tidak menunaikan zakat fitrah hingga waktunya berlalu, maka kewajiban itu tetap melekat pada dirinya dan hartanya untuk mereka yang berhak menerimanya. Zakat fitrah menjadi utang baginya dan merupakan hak mereka. Oleh karena itu, wajib dikeluarkan dari hartanya, dan haram baginya menahannya. Maka, ia tetap berkewajiban menunaikannya selamanya. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik. Dengan membayar zakat fitrah, hak mereka gugur, namun tetap ada hak Allah Ta’ala atas kelalaiannya dalam menunda pembayaran. Tidak ada cara untuk menebusnya selain dengan istighfar dan penyesalan. Semoga Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada kita.”
Tidak boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah sebelum waktunya sama sekali. Jika mereka berdalil dengan hadis Abu Hurairah, di mana Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkannya untuk menjaga zakat fitrah pada malam hari, lalu setan mendatanginya selama tiga malam berturut-turut, maka tidak ada hujah bagi mereka dalam hadis tersebut.
Sebab, malam-malam tersebut tidak lepas dari dua kemungkinan: apakah termasuk malam Ramadan atau malam Syawal. Jika dikatakan bahwa itu terjadi pada bulan Ramadan, maka itu tidak disebutkan dalam hadis, dan tidak mungkin Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menahan sedekah yang wajib diberikan kepada para penerimanya. Jika itu terjadi pada bulan Syawal, maka tidak ada larangan dalam hal itu, karena zakat fitrah belum sempurna disalurkan dan masih menunggu keberadaan para penerimanya. Penundaan pemberian oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menunjukkan bahwa waktu wajibnya belum tiba. Jika memang terjadi pada malam Ramadan, maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- belum mengeluarkannya.”
Maka telah tetap bahwa tidak boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah sebelum waktunya, (dan jika dilakukan) maka tidak sah. Jika kejadian dalam hadis itu terjadi pada malam-malam Syawal, maka tidak diragukan bahwa para penerima zakat belum ditemukan, sehingga Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menunggu sampai mereka ada. Dengan demikian, dalih mereka yang berpegang pada hadis ini menjadi batal dan tidak dapat dijadikan hujah.
SUMBER: [Al-Muhalla karya Ibnu Hazm, jilid 6, halaman165]
Ditulis oleh: Yusuf Abdillah (santri TDNI angkatan ke-2)