HUKUM TATSWIB, UCAPAN (As Sholatu Khorun Minan Naum) DALAM AZAN

oleh -38 Dilihat
oleh

Oleh: Yahya bin Muslim

Para ulama telah menjelaskan perkara ini berdasarkan riwayat-riwayat yang berkaitan dengannya. Dan mungkin dapat disimpulkan bahwa tatswiib atau ucapan (As Sholatu Khorun Minan Naum) dalam azan ada dua macam:

  1. Yang pertama: Hukum ucapan (As Sholatu Khorun Minan Naum) pada azan subuh, dalam macam ini terjadi perselisihan di antara para ulama;
  • Pendapat pertama menyatakan; Disunnahkan atau dianjurkan mengucapkan (As Sholatu Khorun Minan Naum) dalam azan subuh setelah lafaz (Hayya’alas Sholah, Hayya’alal Falah). Ini adalah pendapatnya mazhab Hambali dan yang benar dalam mazhab Syafii. Dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Ibnu Ustaimin. Lihat dalam:[Al Mugni 1/453-454 ,Al Majmu’ 4/153, As Syarhul Mumti’ 2/61]
  • Pendapat kedua menyatakan; Hukum ucapan (As Sholatu Khorun Minan Naum) dalam azan subuh adalah tidak disyariatkan. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Imam As Shon’any. Bahkan Syekh Al-Albani menyatakan bahwa hal tersebut merupakan perkara bidah, dan mereka menyatakan;” Tatswiib hanyalah diucapkan pada azan pertama sebelum masuk waktu subuh, sebagaimana yang disebutkan dalam sebagian riwayat, maka riwayat yang mutlaq dibawa kepada riwayat yang ..” Lihat dalam:[Subulus Salam 2/46-47, Tammul Minnah: 146-148]
  • Dan pendapat terkuat, ialah pendapat yang pertama. Adapun riwayat yang menyatakan:” Pada azan subuh yang pertama” maka yang dimaksud bukanlah azan pertama sebelum masuk waktu subuh, bahkan yang dimaksud ialah azan di saat masuk waktu subuh. Karena azan tersebut juga disebut (Azan pertama), dan yang kedua adalah iqamah, sebagaimana datang dalam riwayat [Bukhari: 627, Muslim: 838] dari Abdullah bin Mughaffal. Lihat pembahasan ini dalam:[As Syarhul Mumti’ 2/61]
  1. Hukum ucapan (As Sholatu Khorun Minan Naum) pada selain azan subuh. Berkata Ibnu Qudamah:” Dan dibenci tatswiib pada selain azan subuh…” Bahkan telah datang larangan dari Nabi , sebagaimana dalam riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan selain mereka. Demikian pula Ibu Umar mengingkarinya dengan keras. Lihat dalam: [Al Mugni 1/454].

Demikian kesimpulan ringkas yang dapat disampaikan terkait masalah ini. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita, dan semoga kita dapat bersikap bijak dalam menyikapi perkara furu’ yang diperselisihkan antar kaum muslim. Aamiin…Wallahu‘alam bisshowab…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.