SAKIT YANG DIPERBOLEHKAN BERBUKA

oleh -68 Dilihat
oleh

قَوْلُهُ تَعَالَى (فَمَنْ كانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ)

Firman Allah Ta’ala: “مَرِيضًا” (orang yang sakit). Bagi orang yang sakit, ada dua keadaan:

  1. Jika ia sama sekali tidak mampu berpuasa, maka ia wajib berbuka.
  2. Jika ia mampu berpuasa tetapi dengan menanggung bahaya dan kesulitan, maka disunnahkan baginya untuk berbuka. Orang yang tetap berpuasa dalam kondisi ini hanyalah orang yang jahil (tidak memahami kemudahan dalam syariat).

Ibnu Sirin berkata, “Jika seseorang berada dalam kondisi yang dapat disebut sebagai sakit, maka ia boleh berbuka, dikiaskan dengan musafir karena alasan bepergian, meskipun tidak ada darurat mendesak untuk berbuka.”

Tharif bin Tammam al-‘utharidi berkata, “Aku menemui Muhammad bin Sirin di bulan Ramadan, dan ia sedang makan. Setelah selesai, ia berkata, “Jari ini sakit’.”

Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang mengalami sakit yang menyakitinya, membahayakannya, atau dikhawatirkan penyakitnya bertambah parah atau berkepanjangan, maka ia boleh berbuka.

Ibnu ‘Athiyyah berkata, “Ini adalah pendapat ulama mazhab Maliki yang cermat, dan mereka pendapat tersebut.”

Adapun pendapat Imam Malik, beliau menyebutkan bahwa penyakit yang membolehkan berbuka adalah penyakit yang menyulitkan seseorang dan membebani dirinya.

Ibnu Khuwayz Mandad menyebutkan adanya perbedaan riwayat dari Imam Malik mengenai penyakit yang membolehkan berbuka:

  • Dalam satu riwayat, beliau berkata, “Jika seseorang khawatir akan kehilangan nyawanya akibat puasa, maka ia boleh berbuka.”
  • Dalam riwayat lain, beliau berkata, “Jika penyakitnya parah, bertambah berat, atau menyebabkan kesulitan yang luar biasa, maka ia boleh berbuka.”

Dan ini adalah pendapatnya yang sahih, dan itulah yang ditunjukkan oleh zahirnya (teks), karena ia tidak mengkhususkan satu penyakit dari penyakit lainnya. Maka, (berbuka puasa) diperbolehkan dalam setiap penyakit, kecuali yang dikecualikan oleh dalil, seperti sakit kepala, demam, dan penyakit ringan yang tidak menyebabkan kesulitan dalam berpuasa.

Al-Hasan berkata, “Jika seseorang karena sakit tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri, maka ia boleh berbuka.” Pendapat ini juga dikatakan oleh An-Nakha’i.

Dan suatu kelompok berpendapat: Tidak boleh berbuka (puasa) karena sakit, kecuali jika kebutuhan darurat dari penyakit itu sendiri mengharuskan berbuka. Jika ia masih mampu menanggung kondisi darurat tersebut, maka ia tidak berbuka. Dan ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i rahimahullah ta’ala.

Aku (penulis) berkata, “Pendapat Ibnu Sirin adalah pendapat yang paling adil dalam masalah ini, insya Allah.”

Imam al-Bukhari berkata, “Aku pernah sakit ringan di Naisabur saat Ramadan, lalu Ishaq bin Rahuyah dan beberapa sahabatnya menjengukku. Mereka bertanya, “Apakah engkau berbuka, wahai Abu Abdillah?’ Aku menjawab, “Ya.” Ishaq berkata, “apakah engkau khawatir tidak kuat menerima rukhshah (keringanan) ini.?” Aku pun berkata, “Abdan meriwayatkan kepada kami dari Ibnu al-Mubarak dari Ibnu Juraij bahwa ia bertanya kepada ‘Atha’, “Dari penyakit apa seseorang boleh berbuka?’ Ia menjawab, “Dari penyakit apa pun yang ia alami, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Barang siapa di antara kalian yang sakit…” (QS. Al-Baqarah: 184).” Al-Bukhari berkata, “Hadis ini tidak dimiliki oleh Ishaq.”

Abu Hanifah berkata, “Jika seseorang khawatir jika ia tetap berpuasa, matanya akan semakin sakit atau demamnya akan semakin parah, maka ia boleh berbuka.”

(Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, karya Imam al-Qurtubi, 3/127)

 

Ditulis oleh: Yusuf Abdillah (santri TDNI angkatan ke-2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.