[سورة البقرة (2): الآيات 183 الى 184]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيامُ كَما كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّاماً مَعْدُوداتٍ فَمَنْ كانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ(184)
فِيهِ سِتُّ مَسَائِلَ: الْأُولَى- قَوْلُهُ تَعَالَى:” يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيامُ” لَمَّا ذَكَرَ مَا كُتِبَ عَلَى الْمُكَلَّفِينَ مِنَ الْقِصَاصِ وَالْوَصِيَّةِ ذَكَرَ أَيْضًا أَنَّهُ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الصِّيَامُ وَأَلْزَمَهُمْ إِيَّاهُ وَأَوْجَبَهُ عَلَيْهِمْ، وَلَا خِلَافَ فِيهِ، قَالَ صلى الله عليه وسلم: (بُنِيَ الْإِسْلَامِ عَلَى خَمْس شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ) رَوَاهُ ابْنُ عُمَرَ. وَمَعْنَاهُ فِي اللُّغَةِ: الْإِمْسَاكُ، وَتَرْكُ التَّنَقُّلِ مِنْ حَالٍ إِلَى حَالٍ. وَيُقَالُ لِلصَّمْتِ صَوْمٌ، لِأَنَّهُ. إِمْسَاكٌ عَنِ الْكَلَامِ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى مُخْبِرًا عَنْ مريم:” إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْماً ” [مريم: 26] أَيْ سُكُوتًا عَنِ الْكَلَامِ
وَالصَّوْمُ فِي الشَّرْعِ: الْإِمْسَاكُ عَنِ الْمُفْطِرَاتِ مَعَ اقْتِرَانِ النِّيَّةِ بِهِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَتَمَامُهُ وَكَمَالُهُ بِاجْتِنَابِ الْمَحْظُورَاتِ وَعَدَمِ الْوُقُوعِ فِي الْمُحَرَّمَاتِ، لِقَوْلِهِ عليه السلام: (مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةً فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ). الثَّانِيَةُ- فَضْلُ الصَّوْمِ عَظِيمٌ، وَثَوَابُهُ جَسِيمٌ، جَاءَتْ بِذَلِكَ أَخْبَارٌ كَثِيرَةٌ صِحَاحٌ وَحِسَانٌ ذَكَرَهَا الْأَئِمَّةُ فِي مَسَانِيدِهِمْ، وَسَيَأْتِي بَعْضُهَا، وَيَكْفِيكَ الْآنَ مِنْهَا فِي فَضْلِ الصَّوْمِ أَنْ خَصَّهُ اللَّهُ بِالْإِضَافَةِ إِلَيْهِ،
(يَقُولُ اللَّهُ تبارك وتعالى كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمُ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ) الْحَدِيثَ. وَإِنَّمَا خَصَّ الصَّوْمَ بِأَنَّهُ لَهُ وَإِنْ كَانَتِ الْعِبَادَاتُ كُلُّهَا لَهُ لِأَمْرَيْنِ بَايَنَ الصَّوْمُ بِهِمَا سَائِرَ الْعِبَادَاتِ. أَحَدُهُمَا أَنَّ الصَّوْمَ يَمْنَعُ مِنْ مَلَاذِّ النَّفْسِ وَشَهَوَاتِهَا مَا لَا يَمْنَعُ مِنْهُ سَائِرُ الْعِبَادَاتِ. الثَّانِي أَنَّ الصَّوْمَ سِرٌّ بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ
رَبِّهِ لَا يَظْهَرُ إِلَّا لَهُ، فَلِذَلِكَ صَارَ مُخْتَصًّا بِهِ. وَمَا سِوَاهُ مِنَ الْعِبَادَاتِ ظَاهِرٌ، رُبَّمَا فَعَلَهُ تَصَنُّعًا وَرِيَاءً، فَلِهَذَا صَارَ أَخَصَّ بِالصَّوْمِ مِنْ غَيْرِهِ. وَقِيلَ غَيْرُ هَذَا
[Surah Al-Baqarah (2): Ayat 183 hingga 184]
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (183). (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kalian sakit atau sedang dalam perjalanan lalu berbuka, maka gantilah pada hari-hari yang lain sebanyak hari yang ditinggalkan itu. Dan bagi mereka yang berat menjalankan (jika mereka tidak berpuasa), wajib membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Namun, barang siapa yang dengan sukarela berbuat kebaikan, itu lebih baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui (184).”
Terdapat enam pembahasan dalam ayat ini:[1]
Pertama:
Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa,” menunjukkan bahwa setelah Allah menyebutkan kewajiban qishash dan wasiat bagi mukallaf (orang yang dibebani syariat), Allah juga menetapkan kewajiban puasa atas mereka. Allah memerintahkannya, mewajibkannya, dan tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama tentang kewajibannya. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: kesaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan haji.”
(Hadis riwayat Ibnu Umar).
Makna Puasa Dalam Bahasa:
Puasa secara bahasa berarti menahan diri dan tidak berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain. Diam juga disebut sebagai puasa karena merupakan bentuk menahan diri dari berbicara. Allah Ta’ala berfirman tentang Maryam (yang artinya), “Sesungguhnya aku telah bernazar puasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah.” [Maryam: 26], yakni diam (tidak berbicara).
Puasa dalam syariat:
Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Kesempurnaan dan kelengkapan puasa dicapai dengan menjauhi larangan-larangan dan tidak melakukan hal-hal yang diharamkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka Allah tidak membutuhkan ia meninggalkan makanan dan minumannya.”
Kedua:
Keutamaan puasa sangat besar dan pahalanya amat agung. Banyak hadis sahih dan hasan yang menyebutkan hal ini, yang telah disebutkan oleh para imam dalam kitab-kitab mereka. Sebagiannya akan disebutkan kemudian. Saat ini cukup bagimu bahwa salah satu keutamaan puasa adalah Allah mengkhususkannya dengan menyandarkan kepada diri-Nya.
Allah berfirman dalam hadis qudsi (yang artinya),
“Setiap amal anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberinya balasan.”
Sesungguhnya Allah mengkhususkan puasa untuk-Nya meskipun semua ibadah adalah untuk-Nya, karena dua alasan yang membedakannya dari ibadah lain:
- Puasa menghalangi seseorang dari kenikmatan-kenikmatan dan keinginan-keinginan nafsu yang tidak dilakukan oleh ibadah lain.
- Puasa adalah rahasia antara hamba dan Tuhannya yang tidak tampak kecuali untuk-Nya. Oleh sebab itu, puasa menjadi khusus bagi-Nya. Ibadah lainnya bersifat lahiriah yang terkadang dilakukan untuk pamer atau riya. Karena itu, puasa memiliki keistimewaan dibandingkan ibadah lainnya.
[Dinukil dari kitab Al-Jami’ li Ahkamil Quran hal.121-123]
[1] Namun hanya akan disebutkan dua saja pada pembahasan kali ini.
DItulis oleh: Hanif Ubadah (Santri TDNI angkatan ke-2)





