ADAB DI DALAM MAJLIS ILMU

oleh -393 Dilihat
oleh
Hendaknya bagi seorang mukmin agar selalu berbenah dengan perangai- perangai yang baik karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita semua untuk berperilaku yang baik serta santun dalam muamalah-muamalah kita. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.” رواه الترمذي وقال: حديث حسن ”  
“Bergaullah dengan manusia dengan perilaku yang baik.” [HR.Tirmidzi dan dia menyatakan bahwa hadis ini hasan]
Beliau juga bersabda dalam hadis yang lain,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلَاقِ” رواه أحمد والبخاري في الأدب المفرد وصححه الألباني”
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [HR. Ahmad dan Bukhari serta disahihkan oleh syekh al Albani]
 Dari hadis- hadis di atas telah jelas bahwa nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam benar – benar memperhatikan adab dan akhlak yang mulia dan itulah di antara alasan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam diutus.
  Maka di antara perangai adab dan akhlak yang baik yang diajarkan oleh beliau adalah Adab di dalam majlis. Bahkan Allah ta’ala juga mengajarkan langsung dalam kitabnya yang mulia. Allah ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ11
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan dalam majelis’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Q.S. Al-Mujādilah (58): 11]
  Maka telah jelas bahwa dianjurkan bagi kita bahkan diperintahkan agar kita berlapang-lapang di dalam majelis, dan itu merupakan dari adab di dalam majelis yang telah Allah ta’ala perintahkan langsung kepada kita melalui Al Quran.
  Di dalam kitab Syarh Riyadussalihin syekh ‘Utsaimin menjelaskan dua hadis dalam pembahasan adab di dalam majelis,
1. و عن جابر بن سمرة رضي الله عنهما قال: كنا إذا أتينا النبي صلى الله عليه وسلم جلس أحدنا حيث ينتهي رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن
2. و عن أبي عبد الله سلمان الفارسي رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر ما استطاع  من طهر ويدهن من دهنه أو يمس من طيب بيته ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ثم يصلى ما كتب له ثم ينصت إذا تكلم الإمام إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى رواه البخاري
 : قال الشيخ ابن عثيمين -رحمه الله-
هذان الحديثان نقلهما النووي رحمه الله في (باب آداب المجلس والجليس) فمن آداب المجلس أن الإنسان إذا دخل على جماعة يجلس حيث ينتهي به المجلس هكذا كان فعل النبي صلى الله عليه وسلم وفعل الصحابة إذا أتوا مجلس النبي صلى الله عليه وسلم يعني لا يتقدم إلى صدر المجلس إلا إذا آثره أحد بمكانه أو كان قد ترك له مكان في صدر المجلس فلا بأس وأما أن يشق المجلس وكأنه يقول للناس ابتعدوا وأجلس أنا في صدر المجلس فهذا خلاف هدى النبي صلى الله عليه وسلم وهدى أصحابه رضي الله عنهم وهو يدل على أن الإنسان عنده شيء من الكبرياء والإعجاب بالنفس ثم إن كان الرجل صاحب خير وتذكير وعلم فإن مكانه الذي هو فيه سيكون هو صدر المجلس فسوف يتجه الناس إليه إن تكلم أو يسألونه إذا أرادوا سؤاله ولهذا كان الرسول عليه الصلاة والسلام
1. “Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Kami apabila datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang dari kami duduk di tempat yang berakhir baginya.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan At-Tirmidzi berkata, Hadis ini hasan)
2 Dari Abu ‘Abdillah Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat, lalu bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai wewangian dari rumahnya, kemudian keluar (menuju salat Jumat) dan tidak memisahkan antara dua orang (yang sedang duduk), lalu salat sunah sesuai yang dimampuinya, kemudian diam ketika imam berkhotbah, melainkan akan diampuni dosanya antara Jumat itu dan Jumat berikutnya.” (HR. al-Bukhari)
 Syekh ‘Utsaimin menjelaskan dua hadis tadi, ”Dua hadis tadi diriwayatkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam “Bab Adab Majelis dan Teman Duduk”. Salah satu adab dalam majelis adalah ketika seseorang datang ke sebuah perkumpulan, ia duduk di tempat yang masih kosong tanpa menyuruh orang lain pindah. Begitulah kebiasaan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, ketika mereka datang ke majelis Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya, jangan langsung maju ke bagian depan kecuali jika ada orang yang mempersilahkan atau memang ada tempat kosong di depan, maka itu tidak masalah.
Namun, jika seseorang masuk lalu membelah kerumunan orang dan seolah-olah berkata, “Minggir, saya mau duduk di depan” maka itu tidak sesuai dengan tuntunan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Perilaku seperti itu juga menunjukkan adanya sifat sombong dan merasa memiliki kelebihan di atas orang lain.
Kalaupun orang tersebut adalah orang baik, biasa memberi nasihat punya ilmu, maka orang-orang akan tetap memperhatikannya di mana pun dia duduk. Maka tempat di mana ia duduk akan menjadi pusat majelis manusia semua akan menghadap ke arahnya jika ia mulai berbicara atau manusia bertanya kepadanya ketika mereka ingin bertanya kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk ke dalam sebuah majelis, beliau duduk di tempat yang tersedia (yang paling akhir atau kosong). Lalu, tempat duduk itulah yang akhirnya menjadi bagian depan majelis karena keberadaannya. Begitulah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam duduk di mana tempat itu menjadi pusat perhatian.
Demikian juga, seseorang yang datang ke majelis dan melihat orang-orang tetap berada di tempat duduknya, maka hendaklah ia duduk di tempat yang tersedia, tanpa meminta orang lain bergeser. Jika ia orang biasa, maka memang itulah tempatnya. Tapi jika ia orang yang dikenal, terpandang, atau berilmu, maka orang-orang akan memperhatikannya, dan tempatnya akan dianggap sebagai pusat majelis, meskipun ia duduk di bagian belakang.
Dan termasuk adab dalam majelis juga adalah: Tidak memisahkan antara dua orang yang sedang duduk berdampingan, yaitu tidak duduk di antara mereka sehingga membuat mereka sempit atau tidak nyaman.
Sumber: Syarh Kitab Riyadhussalihin [Ibnu ‘Utsaimin]

No More Posts Available.

No more pages to load.