Dalam kajian fikih, makan dan minum bukan hanya perkara adab atau budaya, tetapi memiliki hukum syar’i tersendiri. Aktivitas sehari-hari ini dinilai berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penjelasan para ulama. Salah satu persoalan yang kerap ditanyakan adalah, “Apakah makan atau minum sambil berdiri itu haram, makruh, atau dibolehkan secara mutlak?”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk minum sambil berdiri.”
(HR. Muslim no. 2024)
Sementara sabda beliau yang lain,
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ
“Aku memberikan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam air zam-zam, lalu beliau meminumnya sambil berdiri.”
(HR. Bukhari no. 1637, Muslim no. 2027)
Kedua hadis ini menunjukkan bahwa larangan tersebut bukan bersifat tahrim (haram), melainkan tanzih (makruh), sebagaimana dijelaskan oleh mayoritas ulama. Ini berarti, hukum asalnya adalah makruh, namun bisa menjadi mubah dalam keadaan tertentu (seperti darurat, sempit, atau sulit duduk).
Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
الأفضل في الشرب حال القعود، لأن هذا هو الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم، لكن ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه شرب قائماً، فدل على الجواز، وأن النهي للكراهة، لا للتحريم، فمتى احتاج الإنسان إلى الشرب قائماً، فليشرب قائماً، ولا حرج عليه
“Yang lebih utama adalah minum dalam keadaan duduk, karena itulah yang lebih sering dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, juga sahih bahwa beliau pernah minum sambil berdiri, yang menunjukkan bahwa hal itu dibolehkan dan larangannya bersifat makruh, bukan haram. Maka apabila seseorang membutuhkan untuk minum sambil berdiri, silahkan lakukan dan tidak mengapa baginya.”
Beliau menambahkan,
فالصواب أن الشرب قائماً مكروه، ولكنه جائز عند الحاجة، ولا سيما إذا شرب ماء زمزم فإن الأفضل أن يشربه قائماً
“Yang benar adalah bahwa minum sambil berdiri hukumnya makruh, namun boleh saat dibutuhkan, dan lebih utama saat minum air zam-zam untuk dilakukan sambil berdiri.”
Dalam fikih Islam, makan dan minum memiliki hukum yang rinci. Meskipun makan dan minum sambil berdiri tidak sampai haram, namun meninggalkannya lebih utama karena lebih sesuai dengan tuntunan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhkan diri dari yang makruh. Ini mencerminkan bagaimana Islam mengatur urusan harian umatnya dengan dasar yang ilmiah dan bersumber.
(Sumber: Syarh Riyadhus Shalihin, jilid 2, hlm. 606)