سئل فضيلة الشيخ: عن حكم التصوير؟ وحكم اقتناء الصور؟ وحكم الصور التي تمثل الوجه وأعلى الجسم؟
فأجاب-حفظه الله- بقوله: التصوير نوعان:
أحدهما: تصوير باليد.
والثاني: تصوير بالآلة.
فأما التصوير باليد فحرام بل هو كبيرة من كبائر الذنوب؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم، لعن فاعله، ولا فرق بين أن يكون للصورة ظل أو تكون مجرد رسم على القول الراجح لعموم الحديث، وإذا كان التصوير هذا من الكبائر، فتمكين الإنسان غيره أن يصور نفسه إعانة على الإثم والعدوان فلا يحل.
وأما التصوير بالآلة وهي (الكاميرا) التي تنطبع الصورة بواسطتها من غير أن يكون للمصور فيها أثر بتخطيط الصورة وملامحها فهذه موضع خلاف بين المتأخرين فمنهم من منعها، ومنهم من أجازها، فمن نظر إلى لفظ الحديث منع، ومن نظر إلى المعنى والعلة أجازها.
Ada yang bertanya kepada Fadhilatusy Syaikh (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin) tentang hukum gambar? Hukum memiliki gambar? Dan hukum gambar yang menyerupai wajah dan bagian atas tubuh?
Beliau menjawab dengan berkata, “Gambar itu ada dua jenis:
- Gambar dengan tangan.
- Gambar dengan alat.
Adapun gambar dengan tangan, maka haram, bahkan termasuk dosa besar dari dosa-dosa besar; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pelakunya, dan tidak ada perbedaan apakah gambar tersebut memiliki bayangan atau hanya berupa lukisan biasa, menurut pendapat yang lebih kuat karena keumuman hadis. Dan jika gambar seperti ini termasuk dosa besar, maka seseorang yang memungkinkan orang lain menggambar dirinya berarti membantu dalam dosa dan permusuhan, sehingga tidak diperbolehkan.
Adapun gambar dengan alat (yaitu kamera), di mana gambar tersebut tercetak melalui kamera tanpa adanya pengaruh dari si pemotret dalam menggambar dan membuat ciri-ciri gambar itu, maka ini menjadi tempat perbedaan pendapat di kalangan ulama belakangan ini: sebagian ada yang melarangnya, dan sebagiannya membolehkannya. Ulama yang melihat dari sisi lafaz hadis, maka ia melarang, dan Ulama yang melihat dari sisi makna dan alasan maka ia membolehkan.
Sumber: Majmu’ Fatawa libni ‘Utsaimin, jilid 2, hlm 253
