ADAB PENUNTUT ILMU DI MAJELIS ULAMA

oleh -278 Dilihat
oleh

صِفَةُ مُجَالَسَتِهِ لِلْعُلَمَاءِ

” فَإِذَا أَحَبَّ مُجَالَسَةَ الْعُلَمَاءِ جَالَسَهُمْ بِأَدَبٍ ، وَتَوَاضُعٍ فِي نَفْسِهِ ، وَخَفَضَ صَوْتَهُ عَنْ صَوْتِهِمْ ، وَسَأَلَهُمْ بِخُضُوعٍ ، وَيَكُونُ أَكْثَرُ سُؤَالِهِ عَنْ عِلْمِ مَا تَعَبَّدَهُ اللَّهُ بِهِ ، وَيُخْبِرُهُمْ أَنَّهُ فَقِيرٌ إِلَى عِلْمِ مَا يَسْأَلُ عَنْهُ ، فَإِذَا اسْتَفَادَ مِنْهُمْ عِلْمًا أَعْلَمَهُمْ: أَنِّي قَدْ أُفِدْتُ خَيْرًا كَثِيرًا ، ثُمَّ شَكَرَهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَإِنْ غَضِبُوا عَلَيْهِ لَمْ يَغْضَبْ عَلَيْهِمْ ، وَنَظَرَ إِلَى السَّبَبِ الَّذِي مِنْ أَجْلِهِ غَضِبُوا عَلَيْهِ ، فَرَجَعَ عَنْهُ ، وَاعْتَذَرَ إِلَيْهِمْ ، لَا يُضْجِرُهُمْ فِي السُّؤَالِ ، رَفِيقٌ فِي جَمِيعِ أُمُورِهِ ، لَا يُنَاظِرُهُمْ مُنَاظَرَةً يُرِيهِمْ: أَنِّي أَعْلَمُ مِنْكُمْ. وَإِنَّمَا هِمَّتُهُ الْبَحْثُ لِطَلَبِ الْفَائِدَةِ مِنْهُمْ ، مَعَ حُسْنِ التَّلَطُّفِ لَهُمْ ، لَا يُجَادِلُ الْعُلَمَاءَ ، وَلَا يُمَارِي السُّفَهَاءَ ، يُحْسِنُ التَّأَنِّي لِلْعُلَمَاءِ مَعَ تَوْقِيرِهِ لَهُمْ ، حَتَّى يَتَعَلَّمَ مَا يَزْدَادُ بِهِ عِنْدَ اللَّهِ فَهْمًا فِي دِينِهِ”

(أخلاق العلماء, للأجري)

 

Adab Penuntut Ilmu di Majelis Ulama

Apabila seseorang mencintai duduk bersama para ulama, maka ia duduk bersama mereka dengan adab dan rendah hati dalam dirinya. Ia merendahkan suaranya di bawah suara mereka, dan bertanya kepada mereka dengan penuh ketundukan.

Pertanyaan yang paling sering ia ajukan adalah tentang ilmu yang dengannya Allah telah membebani dirinya untuk beribadah. Ia mengabarkan kepada mereka bahwa ia adalah seorang yang fakir (butuh) terhadap ilmu yang ia tanyakan.

Apabila ia mendapatkan ilmu dari mereka, ia memberitahu mereka, “Aku telah memperoleh banyak kebaikan.” lalu ia berterima kasih kepada mereka atas hal itu.

Jika mereka marah kepadanya, ia tidak marah kepada mereka, melainkan mencari tahu sebab yang membuat mereka marah, lalu ia meninggalkan sebab itu dan meminta maaf kepada mereka.

Ia tidak membuat mereka jengkel dengan banyak bertanya, lembut dalam semua urusannya, dan tidak berdebat dengan mereka dengan maksud menunjukkan bahwa ia lebih tahu dari mereka.

Tujuannya hanyalah mencari manfaat dari mereka, dengan cara yang halus dan penuh kelembutan. Ia tidak mendebat para ulama, dan tidak beradu argumen dengan orang-orang bodoh.

Ia bersikap tenang dan penuh hormat kepada para ulama, hingga ia mempelajari sesuatu yang membuatnya semakin memahami agama di sisi Allah.”

Sumber: Akhlaqul ‘Ulama’, hal. 50.

 

No More Posts Available.

No more pages to load.