فإن الخوارج يقولون: من فعل كبيرة فهو في الدنيا كافر وفي الأخرة مخلد في النار لا يخرج منها لا بشفاعة ولا بغير شفاعة
Sesungguhnya mereka orang-orang Khawarij berkata, “Bahwasanya pelaku dosa besar, mereka di dunia kafir, dan di akhirat kekal di dalam neraka, tidak akan keluar darinya, baik dengan syafaat, ataupun yang lainnya.”[1]
akan tetapi pendapat ahlussunnah tidaklah demikian, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ash-Shobuni:
لا يكفر المؤمن بكل ذنب
قال المصنف رحمه الله تعالى: [ويعتقد أهل السنة أن المؤمن وإن أذنب ذنوباً كثيرة صغائر وكبائر، فإنه لا يكفر بها، وإن خرج عن الدنيا غير تائب منها، ومات على التوحيد والإخلاص فإن أمره إلى الله عز وجل إن شاء عفا عنه وأدخله الجنة يوم القيامة سالماً غانماً غير مبتلى بالنار، ولا معاقب على ما ارتكبه واكتسبه، ثم استصحبه إلى يوم القيامة من الآثام والأوزار، وإن شاء عاقبه وعذبه مدة بعذاب النار، وإذا عذبه لم يخلده فيها بل أعتقه وأخرجه منها إلى نعيم دار القرار]
وهذه عقيدة أهل السنة والجماعة خلافاً للخوارج والمعتزلة الذين يقولون: إن 4صاحب الكبيرة يخلد في النار وهذا مذهب باطل أنكره عليهم أهل السنة وبدعوهم وضللوهم؛ لأن النصوص في إخراج العصاة من النار متواترة، ومع ذلك أنكرها أهل البدع من الخوارج والمعتزلة، فالواجب على المسلم أن يعتني بهذا الأمر، وأن يعتقد ما يعتقده أهل السنة والجماعة، فالخوارج عندهم أن الزاني يكفر ويخلد في النار، ومن شرب الخمر كفر وخلد في النار، وكذلك المعتزلة يخرجونه من الإيمان ولا يدخلونه في الكفر لكن يخلدونه في النار كالخوارج، ومن تعامل بالربا عند الخوارج والمعتزلة كفر وخلد في النار فهو عندهم كالكافر سواء بسواء نعوذ بالله، ومن عق والديه كفر وخلد في النار وهذا مذهب باطل، عند أهل السنة والجماعة، وضعيف الإيمان لا يكفر ولكن يكون ناقص الإيمان ولا يخلد في النار بل هو تحت مشيئة الله إن شاء غفر له وإن شاء عذبه، ثم أخرجه، كما قال المؤلف رحمه الله هنا
Seorang Mukmin Tidak Dikafirkan Dengan Setiap Dosa.
Mushonnif رحمه الله (Penulis) berkata: “Ahlussunnah meyakini bahwa seorang mukmin, meskipun melakukan banyak dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak dikafirkan karena dosa-dosa tersebut. Jika dia meninggal tanpa bertaubat dari dosa-dosanya, namun dia meninggal di atas tauhid dan ikhlas, maka urusannya diserahkan kepada Allah عزوجل . Jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuninya dan memasukkannya ke dalam surga pada hari kiamat, selamat dan mendapatkan keberuntungan tanpa ujian dari api neraka, dan tidak dihukum atas apa yang telah dilakukannya dan diperolehnya sampai hari kiamat. Namun, jika Allah berkehendak, Dia akan menghukumnya dan mengazabnya beberapa saat di neraka, dia tidak akan kekal di dalamnya, melainkan Allah akan membebaskannya dan mengeluarkannya dari neraka menuju ke kenikmatan di tempat tinggal yang kekal.
Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah, berbeda dengan keyakinan Khawarij dan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar akan kekal di dalam neraka. Ini adalah paham yang batil, yang dibantah oleh Ahlussunnah, memasukkan mereka termasuk Ahli Bid’ah dan sesat. Karena bahkan mutawatir dalil yang menunjukkan bahwa orang yang berdosa akan dikeluarkan dari neraka, meskipun begitu kaum Khawarij dan Mu’tazilah tetap mengingkarinya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib memperhatikan masalah ini dan meyakini apa yang diyakini oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Menurut Khawarij, seorang pezina dikafirkan dan akan kekal di neraka, demikian pula orang yang minum khamr akan dikafirkan dan kekal di neraka. Mu’tazilah juga mengeluarkan pelaku dosa besar dari iman, tetapi mereka tidak memasukannya dalam kekafiran, namun tetap menganggapnya kekal di neraka seperti Khawarij. Bagi Khawarij dan Mu’tazilah, orang yang melakukan dengan riba dikafirkan dan kekal di neraka, mereka menganggapnya seperti kafir,kita berlindung kepada Allah. Demikian juga dengan orang yang durhaka kepada orang tuanya, menurut mereka, orang tersebut dikafirkan dan kekal di neraka. Pendapat ini adalah batil menurut Ahlussunnah wal Jamaah. Seorang yang imannya lemah tidaklah dikafirkan, akan tetapi imannya menjadi kurang, dan dia tidak akan kekal di neraka, melainkan berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuninya, dan jika Dia berkehendak, Dia akan mengazabnya, kemudian mengeluarkannya, seperti yang disebutkan oleh penulis رحمه الله di sini.
[Syarah Aqidah As-Salaf Wa As- habu Al-Hadis, Ar-Rajihi]
[1] At-Tanbihat As-Sanniyah Ala Al-Aqidah Al-Wasitiyyah, hal. 26