قال الشيخ ابن العثيمين رحمه الله:
واختلف العلماء فيما لو تركه تهاونا أو كسلا هل يكفر أم لا؟ والصحيح أنه لا يكفر وأنه لا يكفر الإنسان بترك شيء من أركان الإسلام سوى الشهادتين والصلاة.
شرح رياض الصالحين ٥/٢٦٠
Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata,
“Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena kelalaian atau kemalasan, apakah dia menjadi kafir atau tidak? Pendapat yang benar adalah tidak menjadikannya kafir, karena orang tidaklah menjadi kafir dengan meninggalkan salah satu rukun Islam, selain syahadat dan shalat.”Syarh Riyadhus Shalihin, 5/260.
Seperti anak yang sudah berusia tiga belas tahun dan dia sudah mengalami salah satu tanda dari tanda-tanda baligh, tapi belum disuruh untuk berpuasa, karena walinya menganggap umurnya belum mencapai lima belas tahun atau sifatnya masih kekanak-kanakkan . Hal ini terjadi karena ia atau walinya tidak tahu bahwa ketika sudah ada padanya dari salah satu tanda dari tanda-tanda baligh maka telah wajib puasa baginya meski usianya baru sebelas, dua belas, atau tiga belas tahun, misalnya. Ketika demikian keadaannya maka dia tidak berdosa, tapi dia harus men-qadha’ sejumlah hari yang dia tinggalkan, jika dia lupa jumlah harinya maka dia perkirakan menurut dugaan yang paling kuat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata,
يلزمه القضاء، لأن عدم علم الإنسان بالوجوب لا يسقط الواجب، وإنما يسقط الإثم، فهذا الرجل ليس عليه إثم فيما أفطره، لأنه جاهل، ولكن عليه القضاء.
“Seseorang yang tidak berpuasa karena tidak tahu hukum maka dia harus men-qadha’. Karena ketidaktahuan seseorang akan suatu amalan wajib tidak menjadikan amalan itu gugur. Yang gugur hanyalah dosanya. Maka orang yang tidak berpuasa (karena tidak tahu hukum) ini dia tidak dapat dosa, namun dia harus men-qadha’.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il, XIX/372).
Semisal dengannya adalah pertanyaan diajukan kepada Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah:
كنت في الرابعة عشرة من العمر ، وأتتني الدورة الشهرية ، ولم أصم رمضان تلك السنة ؛ علماً بان هذا العمل ناتج عن جهلي وجهل أهلي ؛ حيث إننا كنا منعزلين عن أهل العلم ، ولا علم لنا بذلك ، وقد صمت في الخامسة عشر ، وكذلك سمعت من بعض المفتين أن المرأة إذا أتتها الدورة الشهرية ؛ فإنه يلزم عليها الصيام ولو كانت أقل من سن البلوغ ، نرجوا الإفادة ؟
“Ketika saya berusia 14 tahun saya mengalami datang bulan, tapi saya tidak puasa pada Ramadhan di tahun itu. Perlu diketahui bahwa hal itu terjadi disebabkan ketidaktahuan saya dan keluarga saya, karena kami jauh dari para ulama dan kami tidak mengerti. Saya baru berpuasa di usia 15 tahun, dan saya juga mendengar penjelasan dari sebagian ahli fatwa bahwa apabila wanita sudah mengalami datang bulan maka dia harus berpuasa meskipun belum mencapai usia baligh [ 15 tahun ]. Kami mohon penjelasan tentang hal ini?.”
Maka beliau menjawab,
هذه السائلة التي ذكرت عن نفسها أنها أتاها الحيض في الرابعة عشرة من عمرها ، ولم تعلم أن البلوغ يحصل بذلك ؛ ليس عليها إثم حين تركت الصيام في تلك السنة ؛ أنها جاهلة ، والجاهل لا أثم عليه ، لكن حين علمت أن الصيام واجب عليها ؛ فإنه يجب عليها أن تبادر بقضاء صيام الشهر الذي أتاها بعد أن حاضت ؛ لأن الفتاة إذا بلغت ؛ وجب عليها الصوم .
“Penanya yang menjelaskan tentang kondisi dirinya bahwa dia telah haid di usia 14 tahun dan dia tidak mengetahui bahwa dengan itu berarti dia sudah baligh, maka dia tidak berdosa ketika meninggalkan puasa pada tahun itu, karena dia tidak mengerti, orang yang tidak mengerti maka tidak berdosa.
Akan tetapi ketika dia sudah tahu bahwa saat itu sebenarnya dia sudah wajib berpuasa maka dia harus bersegera untuk men-qadha puasa bulan Ramadhan ketika dia sudah haid itu. Karena wanita apabila sudah baligh dia wajib untuk berpuasa.” (Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih, III/132)
Ditulis oleh: Usamah Al Fath (santri TDNI angkatan ke-2)