فصل [الدليل على أنه سبحانه حي]
وأما قوله: (والدليل على أنه حي علمه وقدرته لاستحالة قيام العلم والقدرة بغير الحي) فهذا دليل مشهور للنظار يقولون قد علم أن من شرط العلم والقدرة:
الحياة فإن ما ليس بحي يمتنع أن يكون عالما إذ الميت لا يكون عالما والعلم بهذا ضروري.
وقد يقولون: هذه الشروط العقلية لا تختلف شاهدا ولا غائبا فتقدير عالم لا حياة به ممتنع بصريح العقل.
وكذلك قوله: (والدليل على إرادته تخصيصه الأشياء بخصوصياته واستحالة المخصص من غير مخصص) فإن هذا الدليل مشهور للنظار ويقرر هكذا أن العالم فيه تخصيصات كثيرة مثل تخصيص كل شيء بما له من القدر والصفات والحركات كطوله وقصره، وطعمه ولونه، وريحه وحياته، وقدرته وعلمه وسمعه وبصره، وسائر ما فيه مع العلم الضروري بأنه من الممكن أن يكون خلاف ذلك إذ ليس واجب الوجود بنفسه. ومعلوم أن الذات المجردة التي لا إرادة لها لا تخصص وإنما يكون التخصيص بالإرادة، ولو قيل التخصيص هو بأسباب معلومة كالأرض والأشجار تكون مختلفة فإذا سقيت بماء واحد اختلف ثمارها لاختلاف القوابل كما أن الشمس تختلف آثارها بحسب القوافل كما تبيض الثوب وتسود وجه القصار وتلين اليابس الذي لم ينضج بما تجذبه إليه من الرطوبة وتجفف الرطب الذي كمل نضجه لانقطاع الرطوبة عنه.
قيل: هب أن الأمر كذلك فما الموجب لاختلاف القوابل حتى خصت هذه الشجرة وهذا الجسم بسبب آخر فلا بد أن ينتهي الأمر إلى سبب لا سبب وقه، فإن قيل هو شيء صدر عنه كما تقول المتفلسفة لا يصدر عن الواحد إلا واحد والصادر الأول هو العقل وصدر عن العقل عقل ونفس وفلك فهذا باطل لأنه إن كان الصادر الأول واحدا من كل وجه لم يصدر عنه أيضا إلا واحد.
وإن كان فيه كثرة فقد صدر عن الواحد أكثر من واحد، وإن قيل الكثرة عدمية لزم أن يصدر عن العدم وجود. ثم يقال: الفلك الثامن كثير الكواكب دون التاسع فما الموجب لكثرة كواكبه. ثم قيل: السبب الأول إن كان فيه اختصاص بصفة وقدر كان تخصيصه بالإرادة لأن التخصيص بذات الإرادة لها ممتنع بصريح العقل، وإن قيل ليس له اختصاص بصفة وقدر قيل هذا يقتضي أن يكون وجودا مطلقا والمطلق لا يكون إلا في الأذهان لا في الأعيان.
Pasal: Dalil bahwa Allah Ta‘ala Maha Hidup
Adapun pernyataan:
“Dalil bahwa Allah itu Maha Hidup adalah karena Dia memiliki ilmu dan kekuasaan, dan mustahil ilmu dan kuasa berdiri pada sesuatu yang tidak hidup.”
Ini adalah dalil yang terkenal di kalangan para ahli ilmu kalam. Mereka menyatakan bahwa telah diketahui secara pasti bahwa kehidupan adalah syarat bagi ilmu dan kekuasaan; sebab sesuatu yang tidak hidup mustahil memiliki ilmu. Orang yang mati, misalnya, jelas tidak mungkin berilmu dan hal ini diketahui secara aksioma, bukan melalui renungan semata.
Mereka juga menegaskan bahwa syarat-syarat secara akal seperti ini tidak berubah antara yang dapat disaksikan langsung maupun yang tidak terlihat. Maka, membayangkan adanya “yang berilmu tanpa hidup” adalah hal yang ditolak secara tegas oleh akal sehat.
Dalil bahwa Allah Memiliki Kehendak (Iradah)
Adapun pernyataan:
“Dalil bahwa Allah memiliki kehendak adalah karena Dia telah memberikan kekhususan pada segala sesuatu dengan karakteristik tertentu. Dan mustahil adanya sesuatu yang dikhususkan tanpa adanya yang mengkhususkan.”
Dalil ini juga dikenal luas dalam kalangan para pemikir. Penjelasannya: Di alam ini terdapat banyak kekhususan, seperti ukuran, bentuk, warna, rasa, gerak, panjang, pendek, bau, kehidupan, kemampuan, ilmu, pendengaran, penglihatan, dan sifat-sifat lainnya pada setiap makhluk. Padahal kita mengetahui secara pasti bahwa semua ini mungkin saja berbeda, karena tidak ada yang niscaya keberadaannya kecuali Allah. Maka, sesuatu yang memiliki kekhususan pasti ditentukan oleh kehendak, bukan terjadi begitu saja.
Jika ada yang berkata:
“Kekhususan itu disebabkan oleh perbedaan faktor-faktor penerima, seperti tanah dan pohon yang berbeda-beda. Meski disiram dengan air yang sama, buahnya tetap berbeda karena daya penerimanya berbeda. Demikian juga cahaya matahari berdampak berbeda sesuai dengan benda yang menerimanya ia memutihkan kain tapi menghitamkan wajah tukang pemutih; melunakkan benda kering yang belum matang dengan menarik kelembaban; dan mengeringkan kurma basah yang sudah matang karena kelembabannya telah habis.”
Maka dijawab:
“Anggaplah demikian. Namun, apa yang menyebabkan perbedaan pada daya penerima itu sendiri, sehingga pohon yang satu dan benda yang satu mendapatkan kekhususan dari sebab yang berbeda? Maka, pada akhirnya, semua ini harus kembali kepada satu sebab utama yang tidak didahului oleh sebab lain.”
Jika lalu dikatakan:
“Sebab pertama itu adalah sesuatu dari mana segala sesuatu muncul, sebagaimana dikatakan para filsuf bahwa ‘dari yang satu hanya keluar satu’. Lalu dikatakan bahwa yang pertama muncul adalah akal, kemudian darinya lahir akal lain, jiwa, dan langit.”
Maka jawabannya:
“Ini adalah kekeliruan. Sebab, jika yang pertama itu benar-benar satu dari segala sisi, maka ia tidak mungkin mengeluarkan kecuali satu. Dan jika dalam dirinya ada keragaman (unsur jamak), maka telah keluar dari satu lebih dari satu. Dan bila dikatakan bahwa unsur keragaman itu hanya sesuatu yang tidak ada (‘adam), maka berarti dari sesuatu yang tidak ada telah muncul sesuatu yang ada dan itu jelas mustahil.”
Selain itu:
“Langit kedelapan memiliki banyak bintang, tidak seperti langit kesembilan. Maka apa yang menjadi sebab banyaknya bintang pada langit kedelapan?”
Dan lagi:
“Jika sebab pertama memiliki kekhususan dalam sifat dan ukuran, maka kekhususan itu pasti karena kehendak, sebab kekhususan dari dzat semata tanpa kehendak adalah mustahil menurut akal. Tapi jika dikatakan bahwa ia tidak memiliki kekhususan apapun, maka itu berarti ia hanyalah eksistensi murni (wujud muṭlak), dan eksistensi yang mutlak itu hanya ada dalam pikiran, bukan dalam kenyataan (realitas).”
Sumber: Syarh Al- ‘Aqidah Al-Ashfahaaniyyah, 62 {Al-Maktabah Al-‘Ashriyyah Beirut}