وَتَغْمِيضُ عَيْنَيْهِ، ………….. قوله: «وتغميض عينيه» أي: أنه يُكره تغميض عينيه،
أي: تطبيقهما، وعُلِّلَ ذلك: بأنه فِعْلُ اليهود في صلاتهم، ونحن منهيُّون عن التَّشبُّهِ بالكُفَّار من اليهود وغيرهم، لا سيما في الشَّعائر الدينية؛ لأن دياناتهم ديانات منسوخة نَسَخَهَا الله تعالى بِشَرْعِ مُحمَّد صلى الله عليه وسلم، فلا يجوز أن نتشبَّه بهم في العبادات ولا غيرها. ولكن يذكر كثيرٌ من الناس أنه إذا أغمض عينيه كان أخشع له. وهذا من الشيطان، يُخَشِّعُهُ إذا أغمض عينيه من أجل أن يفعل هذا المكروه، ولو عالجَ نفسَه وأبقى عينيه مفتوحة وحاول الخشوع لكان أحسن. لكن لو فُرِضَ أن بين يديك شيئاً لا تستطيع أن تفتح عينيك أمامه؛ لأنه يشغلك، فحينئذٍ لا حَرَجَ أن تُغمض بقَدْرِ الحاجة، وأما بدون حاجة فإنه مكروه كما قال المؤلِّف، ولا تغترَّ بما يُلقيه الشيطان في قلبك من أنك إذا أغمضتَ صار أخشعَ لك.) الشرح الممتع على زاد المستقنع:3/229
Menutup Mata Saat Shalat
Perkataan, “Menutup matanya” maksudnya adalah makruh hukumnya menutup kedua mata saat shalat. Yakni yang dimaksud dengan “menutup” di sini adalah memejamkan mata sepenuhnya.
Hal ini dimakruhkan karena hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi dalam shalat mereka, sedangkan kita dilarang untuk menyerupai orang-orang kafir, baik Yahudi maupun selainnya terutama dalam urusan ibadah dan syiar agama. Karena agama mereka telah dimansukh (dihapus) oleh Allah Ta‘ala melalui syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tidak diperbolehkan meniru mereka, baik dalam bentuk ibadah maupun dalam aspek lain dari kehidupan mereka.
Meski demikian, banyak orang mengatakan bahwa ia merasa lebih khusyuk saat memejamkan mata dalam shalat. Namun, hal semacam ini merupakan tipu daya dari setan. Setan membuat seseorang merasa khusyuk saat ia melakukan sesuatu yang makruh, agar ia terus-menerus mengerjakannya. Seandainya seseorang berusaha melawan perasaan itu dan tetap membuka matanya sambil berusaha meraih kekhusyukan, maka itu lebih utama dan lebih baik.
Namun, jika di hadapannya terdapat sesuatu yang sangat mengganggu konsentrasinya, sehingga ia tidak bisa khusyuk bila terus membuka mata, maka tidak mengapa ia memejamkan mata sekadar untuk menghindari gangguan tersebut. Akan tetapi, jika tidak ada kebutuhan mendesak, maka memejamkan mata tetap hukumnya makruh, sebagaimana dinyatakan oleh penulis kitab.
Janganlah tertipu oleh bisikan setan yang membisikkan ke dalam hatimu bahwa dengan memejamkan mata kamu akan lebih khusyuk.
Sumber: Asy-Syarh al-Mumti‘ ‘ala Zad al-Mustaqni‘, jilid 3, hlm. 229