Kita bersyukur kepada Allah … Terutama atas nikmat iman dan Islam, serta kenikmatan yang agung hari ini, kesempatan untuk bisa berhari raya dan berkurban.
Kaum Muslimin rahimani wa rahimakumullah…
Pernah datang seorang Yahudi kepada amirul mukminin, Umar bin Khatab radhiallohu anhu. Yahudi mengatakan,
“Di dalam Alquran kalian ada sebuah ayat, yang kalau saja ayat tersebut turun kepada kami, kaum Yahudi, kami akan menjadikan waktu turunnya sebagai hari besar, hari raya.” Umar bertanya “Ayat apa yang kamu maksud?”
“Ayat dalam kitab suci kalian, yaitu:
(اليوم أكملتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا)
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Amirul mukminin, Umar bin Khatab mengatakan, “Aku tahu di mana ayat itu turun, dan hari apa. Ayat itu turun di hari Arafah, tanggal 9 Dzulhijah.”
Maka hari Arafah dan Idul Adha adalah hari- hari besar. Hari yang kita tidak perlu mengada- adakannya sebagai hari besar. Tetapi, benar- benar sudah dibesarkan oleh Allah ta’ala … Melalui perintah wukuf di Arafah. Perintah haji ke baitullahilharam. Perintah menunaikan tawaf dan sa’i. Juga diperintahkan kepada kaum muslimin untuk menyembelih seekor kambing atau seekor sapi untuk tujuh orang. Sebagai kurban yaitu mendekatkan diri kita kepada Allah. Maka hari ini barakallahu fiikum adalah hari yang sangat besar…
Allahuakbar… Allahuakbar… La Ilaha Illallah allahu akbar wa lillahilhamd..
Kaum Muslimin sidang Idul Adha rahimani wa rahimakumullah…
Kita juga bersyukur diberi sebuah agama yang sempurna, yang terkandung dalam ayat di atas, alyauma akmaltu lakum dinakum… Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridai Islam itu jadi agama bagimu…
Berarti kita mendapat bimbingan agama yang sempurna, yang lengkap. Didasari dengan tauhid La Ilaha Illallah: Tiada Illah yang berhak diibadahi selain Allah. Maka kaum muslimin, kita diajarkan oleh Allah untuk tidak menghambakan diri kepada siapa pun, kecuali oleh Allah…
Inilah makna kemerdekaan yang hakiki. Tidak diperbudak oleh siapapun kecuali oleh Pemiliknya dan Penciptanya, yang Maha Agung dan Maha Besar….
Allahuakbar… Allahuakbar… La Ilaha Illallah allahu akbar wa lillahilhamd..
Karena Allah yang Maha Besar, Allah yang Maha Tinggi. Seluruh alam semesta ini milik Allah dan Allah pula yang mengatur dan menakdirkannya. Maka sangat pantas seluruh makhluk menghambakan diri mereka kepada- Nya…
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah…
Siapa yang diperbudak oleh makhluk-makhluk, maka dia dalam keadaan dijajah. Siapa yang diperbudak oleh makhluk, maka dia dalam keadaan terkungkung dan tidak merdeka.
Walhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah. Negeri ini sudah mendapat kemerdekaan sejak 1945. Kemerdekaan dari penjajah Belanda, kemerdekaan dari invasi Jepang dan tentara Gurkha yang mengekor di belakangnya. Dengan pekik takbir, Allahuakbar… Para pejuang kita, pejuang muslim, pejuang kemerdekaan berupaya mengusir penjajah yang menindasnya, masyaallah…
Dengan sebab perjuangan dan pengorbanan mereka inilah, Allah berikan barokahnya, hingga tercapainya kemerdekaan bangsa kita…
Alhamdulillah, bangsa kita menjadi bangsa yang mandiri. Bangsa yang bermartabat. Bangsa yang terhormat.
Tidak ada kemenangan tanpa pengorbanan. Tidak ada kemerdekaan tanpa perjuangan.
Namun sayang, ketika kita telah berhasil merdeka, diberi keluasan oleh Allah… Diberi kebebasan, ternyata sebagian kita kebablasan dalam memaknai kemerdekaan. Mereka ingin bebas sebebas bebasnya. Mereka ingin bebas berbuat apa pun. Mereka menganggap kemerdekaan adalah kebebasan mutlak. Tanpa batasan agama tanpa batasan akhlak dan sopan santun. Mereka beralasan dengan yang namanya HAM: hak asasi manusia. Kemudian mulai menuntut dilegalkannya LGBT, menuntut dilegalkannya seks bebas. Menuntut untuk bebas berbuat apa pun tanpa aturan apa pun.
Padahal perkara tersebut merusak akhlak serta moral para hamba. Sama sekali tidak pantas untuk bangsa Indonesia. Tidak pantas bagi penduduk negeri ini yang mayoritas umat Islam. Juga bertentangan dengan norma ketimuran yang tidak mungkin merelakan kemaksiatan serta kerendahan seperti itu.
Ya memang, kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Kebebasan adalah hak seluruh manusia.
Namun bukankah kita memiliki agama. Bukankah kita mengenal adanya Allah Sang Pencipta?
Mereka tidak sadar, kalau memiliki prinsip seperti itu berarti masih dijajah oleh hawa nafsu. Mereka diperbudak oleh syahwatnya sendiri.
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah…
Berarti ada penjajahan lain. Yaitu penjajahan hawa nafsu. Allah berfirman,
(أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ)
“Tidakkah kalian melihat orang yang menuhankan hawa nafsunya dan Allah sesatkan dia diatas ilmu. Lalu Allah tutup pendengaran dan hatinya kemudian Allah jadikan pada pandangannya tutupan. Maka siapakah yang bisa memberikan petunjuk kepadanya setelah Allah. Tidakkah kalian mau mengambil pelajaran?” (QS. Al Jatsiyah: 23)
Orang seperti ini Allah sesatkan walau di atas ilmu. Karena orang ini tidak peduli dengan ilmu agama, tidak peduli dengan bimbingan agama. Mereka hanya mengatakan pokoknya saya ingin bebas. Saya tidak ingin diatur siapa pun. Sungguh ini kebebasan yang mengerikan. Dari satu sisi, seakan mereka bebas, namun sesungguhnya mereka sedang diperbudak oleh hawa nafsu.
Sedangkan perbudakan hawa nafsu lebih mengerikan dan lebih menghinakan.
Sungguh perbedaan manusia dengan binatang adalah adanya aturan syariat agama ini. Tanpa aturan syariat agama, maka manusia akan menjadi liar seperti binatang ternak.
(أم تحسبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالأَنْعَمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا)
“Apakah kamu mengira kebanyakan mereka mendengar dan berpikir? Sesungguhnya mereka tidak lain seperti binatang ternak. Bahkan lebih sesat lagi.” (QS. Al Furqan : 44)
Sesungguhnya dengan aturan agama, Allah memuliakan hambanya. Sedangkan dengan perbudakan hawa nafsu, seorang menjadi rendah dan hina.
Apa yang dia mau, dia ambil. Apa yang dia suka, dia kerjakan. Apa yang ada dihadapannya, dia makan. Ada lawan jenis, dia kawini. Tidak pernah bertanya “milik siapa” “halal atau haram?”. Tidak pernah bertanya, “Apakah dia mahram atau bukan mahram?” Seperti itulah binatang ternak. Demikianlah keadaan budak-budak nafsu. Allahul musta’an…
Ingatlah bahwa seluruh perbudakan kepada makhluk adalah kehinaan. Tetapi menghambakan diri kepada Allah adalah kemuliaan.
Diperbudak oleh makhluk adalah penjajahan. Sedangkan menghambakan diri kepada Allah adalah kemerdekaan. Karena menghambakan diri kepada Allah merupakan kebenaran yang mencocoki fitrah dan akal sehat.
Betapa tidak. Akal akan membenarkan kalau seorang hamba beribadah kepada pemiliknya. Memghambakan diri kepada yang Maha Besar lagi Maha Agung.
Allahuakbar… Allahuakbar… La Ilaha Illallah allahu akbar wa lillahilhamd..
Satu lagi…
Sebagian manusia yang lain, setelah merdeka dari penjajahan Belanda mereka berlomba mencari dunia. Serakah-tamak, menghalalkan segala cara.
Berbuat kezaliman dan kejahatan. Membunuh, mengancam dan melakukan penindasan, untuk mendapatkan harta dunia serta kedudukan.
Betapa rakusnya mereka mencari dunia, sehingga menjadi hamba-hamba dunia. Menjadi budak – budak dunia. Sebagaimana ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
(تَعِسَ عَبْدُ الدينار تَعِسَ عَبْدُ الدرهم تَعِسَ عَبْدُ الخَمِيصَة تعس عَبْدُ الخَمِيلَة إِن أُعْطِيَ رَضِيَ وإن لم يُعْطَ سَخِط)
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba permadani dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wol/sutera). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah…” (HR. Bukhari)
Rasulullah menyebutkan dengan abduddinar dan abduddirham; budak-budak dinar, budak-budak dirham, yakni budak-budak harta. Kasihan. Mereka bebas dari penjajahan belanda, lepas dari penjajahan manusia, ternyata terjerumus dalam penjajahan lain: penjajahan hawa nafsunya, penjajahan dunianya. Dia diperbudak oleh dinar dan dirham. Kita memohon keselamatan kepada Allah dari segala perbudakan makhluk.
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah…
Pada ujungnya mereka akan berani berkata, saya tidak ingin diatur oleh agama apa pun. Saya tidak ingin diatur oleh syariat apa pun.
Mulai muncul pemikiran, atheis, komunis- sosialis, dan semisalnya. Yang tidak meyakini keberadaan Tuhan. Yang menganggap agama sebagai racun.
Sesungguhnya orang-orang ini diperbudak oleh keinginannya sendiri, dan dikungkung oleh ideologi yang batil. Yang bertentangan dengan akal dan fitrahnya. Naudzubillah min dzalik…
Maka kemerdekaan yang hakiki adalah kemerdekaan yang bebas dari perbudakan seluruh makhluk. Tetapi, dia tetap sadar bahwa dirinya adalah budak yang benar-benar dimiliki oleh Allah. Hamba yang dimiliki oleh penguasa alam semesta. Yang Maha Agung lagi Maha Besar…
Allahuakbar… Allahuakbar… La Ilaha Illallah allahu akbar wa lillahilhamd..
Hamba yang merdeka adalah hamba yang sadar, Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Tidak ada yang bisa mengalahkan aturan Allah ta’ala. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan keputusan-Nya.
Maka seorang muslim akan berpegang kokoh pada aturan agamanya. Dengan Alquran dan Sunnah Nabinya. Dia akan berupaya mengikuti syariat Islam. Dia akan mengalahkan tarikan dunia dan hawa nafsunya. Atau tarikan-tarikan apa pun.
Dia akan istiqomah, seyakin-yakinnya bahwa Allahuakbar, Allah lah yang Maha Besar, Allah yang Maha Tinggi. Yang harus didahulukan, yang harus dipentingkan.
(يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا نُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujarat: 1)
Namun barokallahu fiikum, jangan dikira orang yang memiliki keyakinan tauhid semacam ini, mereka akan menjadi radikal atau teroris, tidak! Karena mereka akan berkata, kami diperintah Allah untuk mentaati orang tua, kami diperintah untuk mentaati penguasa. Kami diperintah oleh Allah, untuk hidup dalam aturan menjadi masyarakat yang terpimpin.
Kaum muslimin bukan masyarakat liar seperti masyarakat jahiliah. Tetapi, kaum muslimin adalah masyarakat yang siap diatur dalam kebaikan.
Sebagaimana dikatakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
(…فَإِنَّمَا الْمُؤْمِنُ كَالْجَمَلِ الْأَيْفِ حَيْثُمَا قِيدَ انْقَادَ)
“Sesungguhnya mukmin itu seperti unta yang jinak. Di mana dia diikat, di sana dia terikat”. (HR. Ibnu Majah dan disahihkan oleh Al-Alabani dalam Ash-Shohihah no. 937)
Allah telah berfirman:
(يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ)
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kalian…” (QS. An-Nisa:59)
Juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan,
(إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ)
“Sesungguhnya ketaatan itu pada perkara yang baik…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka dengan semangat Idul Adha jadilah kita orang merdeka. Dengan semangat berkurban, buktikan bahwa kita tidak diperbudak oleh dunia.
Dengan semangat takbir, kita besarkan nama Allah. Kita besarkan syariat Allah. Kita kecilkan semua ambisi terhadap dunia. Kita siap mengorbankan harta dan nyawa untuk Allah semata.
Semoga Allah menerima zikir dan ibadah kurban kita.
Taqabbalallah minna wa minkum… Taqabbalallah dhohayakum… Amiin.
Wa Shallallahu’ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Oleh: Ustadz Muhammad Umar as-Sewed hafidzahulloh ta’ala
[Dikutip secara lengkap dari buletin Permata Sunnah Edisi Khusus Idul Adha 1443 H, yang diterbitkan oleh Ma’had Dhiya’us-Sunnah Cirebon].
Silahkan merujuk ke asal: Buletin Kemerdekaan Yang Hakiki
Baca juga: Merdeka Nikmat Yang Harus Dijaga