(باب استحباب لبس النعال فِي الْيُمْنَى أَوَّلًا وَالْخَلْعِ مِنْ الْيُسْرَى أَوَّلًا وَكَرَاهَةِ الْمَشْيِ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ)
قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم (إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُمْنَى وَإِذَا خَلَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ وَلْيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا أو ليخلعها جميعا) وفى الرواية الأخرى (لايمش أَحَدُكُمْ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ لِيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا جَمِيعًا) وَفِي رِوَايَةٍ: (إِذَا انْقَطَعَ شِسْعُ أحدكم فلايمشى فى الأخرى حتى يصلحها) وفى رواية: (ولايمشى فِي خُفٍّ وَاحِدٍ) أَمَّا قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم :لِيُنْعِلْهُمَا. فَبِضَمِّ الْيَاءِ.
وَأَمَّا قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم: (أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا) فَكَذَا هُوَ فِي جَمِيعِ نُسَخِ مُسْلِمٍ. (لِيَخْلَعْهُمَا) بِالْخَاءِ الْمُعْجَمَةِ وَاللَّامِ وَالْعَيْنِ. وَفِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ: (لِيُحْفِهِمَا) بِالْحَاءِ الْمُهْمَلَةِ وَالْفَاءِ مِنَ الْحَفَاءِ وَكِلَاهُمَا صَحِيحٌ. ورواية البخارى أحسن. وأما الشِّسْعُ فَبِشِينٍ مُعْجَمَةٍ مَكْسُورَةٍ ثُمَّ سِينٍ مُهْمَلَةٍ سَاكِنَةٍ. وَهُوَ أَحَدُ سُيُورِ النِّعَالِ. وَهُوَ الَّذِي يَدْخُلُ بَيْنَ الْأُصْبُعَيْنِ. وَيَدْخُلُ طَرَفُهُ فِي النَّقْبِ الَّذِي فِي صَدْرِ النَّعْلِ الْمَشْدُودِ فِي الزِّمَامِ. وَالزِّمَامُ هُوَ السَّيْرُ الَّذِي يُعْقَدُ فِيهِ الشِّسْعُ وَجَمَعَهُ شُسُوعٌ. أَمَّا فِقْهُ الْأَحَادِيثِ فَفِيهِ ثَلَاثُ مَسَائِلَ:
أَحَدُهَا: يُسْتَحَبُّ الْبُدَاءَةُ بِالْيُمْنَى فِي كُلِّ ما كان من باب التكريم والزينة والنطافة. وَنَحْوِ ذَلِكَ. كَلُبْسِ النَّعْلِ وَالْخُفِّ وَالْمَدَاسِ وَالسَّرَاوِيلِ, وَالْكُمِّ وَحَلْقِ الرَّأْسِ وَتَرْجِيلِهِ. وَقَصِّ الشَّارِبِ وَنَتْفِ الْإِبْطِ وَالسِّوَاكِ وَالِاكْتِحَالِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَالْوُضُوءِ وَالْغُسْلِ وَالتَّيَمُّمِ وَدُخُولِ الْمَسْجِدِ وَالْخُرُوجِ مِنَ الْخَلَاءِ وَدَفْعِ الصَّدَقَةِ وَغَيْرِهَا, مِنْ أَنْوَاعِ الدَّفْعِ الْحَسَنَةِ. وَتَنَاوُلِ الْأَشْيَاءِ الْحَسَنَةِ. وَنَحْوِ ذَلِكَ.
الثَّانِيَةُ: يُسْتَحَبُّ الْبُدَاءَةُ باليسار فى كل ماهو ضِدُّ السَّابِقِ فِي الْمَسْأَلَةِ الْأُولَى. فَمِنْ ذَلِكَ خَلْعُ النَّعْلِ وَالْخُفِّ وَالْمَدَاسِ وَالسَّرَاوِيلِ وَالْكُمِّ وَالْخُرُوجُ مِنَ الْمَسْجِدِ وَدُخُولُ الْخَلَاءِ وَالِاسْتِنْجَاءُ وَتَنَاوُلُ أَحْجَارِ الاستنجاء ومس الذكر والامتخاط والاستنثار وتعاطى المستقذارات وَأَشْبَاهِهَا.
الثَّالِثَةُ: يُكْرَهُ الْمَشْيُ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ أو خف واحد أومداس وَاحِدٍ لَا لِعُذْرٍ. وَدَلِيلُهُ هَذِهِ الْأَحَادِيثُ الَّتِي ذَكَرَهَا مُسْلِمٌ. قَالَ الْعُلَمَاءُ: وَسَبَبُهُ أَنَّ ذَلِكَ تَشْوِيهٌ وَمِثْلُهُ وَمُخَالِفٌ لِلْوَقَارِ. وَلِأَنَّ الْمُنْتَعِلَةَ تَصِيرُ أوفع مِنَ الْأُخْرَى فَيَعْسُرُ مَشْيُهُ. وَرُبَّمَا كَانَ سَبَبًا لِلْعِثَارِ. وَهَذِهِ الْآدَابُ الثَّلَاثَةُ الَّتِي فِي الْمَسَائِلِ الثَّلَاثِ مُجْمَعٌ عَلَى اسْتِحْبَابِهَا, وَأَنَّهَا لَيْسَتْ وَاجِبَةً. واذا انقطع شسعه ونحوه فليخلعهما, ولايمشى فِي الْأُخْرَى وَحْدَهَا حَتَّى يُصْلِحَهَا وَيُنْعِلَهَا كَمَا هو نص فى الحديث.
(صحيح مسلم بشرح النووي, مجلد 13,صفحة 300)
Adab-adab dalam memakai sandal
(Bab Anjuran Mengenakan Sandal Dimulai dari Kaki Kanan Terlebih Dahulu dan Melepas dari Kaki Kiri Terlebih Dahulu, serta Larangan Berjalan dengan Satu Sandal Saja)
Sabda Rasulullah ﷺ: “Jika salah seorang di antara kalian memakai sandal, maka hendaklah ia memulainya dengan kaki kanan, dan jika ia melepasnya, maka hendaklah ia memulai dengan kaki kiri. Hendaklah ia mengenakan keduanya atau melepas keduanya.” Dalam riwayat lainnya disebutkan: “Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan dengan satu sandal. Hendaklah ia mengenakan keduanya atau melepas keduanya.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Jika tali sandal salah seorang di antara kalian putus, maka janganlah ia berjalan dengan sandal yang lainnya hingga ia memperbaikinya.” Dalam riwayat lainnya: “Dan janganlah ia berjalan dengan satu khuf (sepatu kulit).”
Adapun sabda Rasulullah ﷺ: لِيُنْعِلْهُمَا (hendaklah ia mengenakan keduanya), lafaz tersebut dengan dhammah pada huruf ya’. Sedangkan sabda beliau ﷺ: أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا (atau hendaklah ia melepas keduanya), lafaz ini terdapat di semua naskah Shahih Muslim dengan huruf kha’ mu’jamah (bertitik) diikuti huruf lam dan ‘ain.
Dalam Shahih al-Bukhari, lafaz tersebut berbunyi: لِيُحْفِهِمَا dengan ha’ (tanpa titik) dan fa’ yang berarti dari kata hafa’ (bertelanjang kaki). Kedua riwayat ini sama-sama shahih, namun riwayat al-Bukhari lebih baik.
Adapun kata الشِّسْعُ ditulis dengan huruf syin mu’jamah (bertitik) yang dikasrah (diberi harakat bawah), diikuti dengan huruf sin mahmuzah (tanpa titik) yang sukun. الشِّسْعُ adalah salah satu tali sandal, yaitu tali yang dimasukkan di antara dua jari kaki dan ujungnya masuk ke lubang yang ada di depan sandal yang diikat dengan tali besar lainnya. Adapun الزِّمَامُ adalah tali yang digunakan untuk mengikat syis’, dan bentuk jamaknya adalah شُسُوعٌ.
Faedah dari Hadis-Hadis Ini
Hadis ini mencakup tiga hukum utama:
- Disunnahkan memulai dengan yang kanan dalam segala hal yang termasuk dalam kategori pemuliaan, keindahan, kebersihan, dan semisalnya. Seperti: memakai sandal, khuf (sepatu kulit), pakaian, lengan baju, celana, menyisir rambut, mencukur kepala, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, bersiwak, memakai celak, memotong kuku, berwudhu, mandi, tayammum, masuk masjid, keluar dari kamar mandi, memberikan sedekah, serta mengambil atau melakukan sesuatu yang baik lainnya.
- Disunnahkan memulai dengan yang kiri dalam segala hal yang berkebalikan dari hukum pertama. Misalnya: melepas sandal, khuf, pakaian, lengan baju, keluar dari masjid, masuk ke kamar mandi, istinja’, mengambil batu untuk istinja’, menyentuh kemaluan, mengeluarkan ingus, mengusap hidung, serta tindakan-tindakan yang dianggap kotor atau tidak baik semisalnya.
- Dimakruhkan berjalan dengan satu sandal, satu khuf, atau satu sepatu tanpa uzur. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Para ulama menyatakan bahwa alasannya adalah karena tindakan tersebut merusak citra (tidak pantas), bertentangan dengan kehormatan, serta dapat menyebabkan kesulitan saat berjalan karena salah satu kaki lebih tinggi dari kaki lainnya, yang bisa mengakibatkan seseorang tersandung.
- Adab-adab ini merupakan hukum yang disepakati para ulama sebagai sunnah dan bukan kewajiban. Jika tali sandal atau sejenisnya putus, maka disunnahkan untuk melepas kedua sandal tersebut dan tidak berjalan hanya dengan satu sandal hingga memperbaikinya sebagaimana telah disebutkan dalam hadits.
(Shahih Muslim, Syarh Nawawi, Jilid 13, Halaman 300).
Ditulis oleh: Yusuf Abdillah (Santri TDNI Angkatan Ke-2)