Salah satu pembahasan yang sering muncul di tengah kaum muslimin adalah hukum mandi pada hari Jum’at. Apakah mandi ini sekadar sunnah yang dianjurkan ataukah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang telah baligh? Para ‘ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun terdapat hadis-hadis yang secara zhahir menunjukkan penegasan akan kewajibannya. Salah satunya adalah hadis dari Abu Sa‘id radhiyallahu ‘anhu berikut,
وعن أبي سعيد رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “غسل يوم الجمعة واجب على كل محتلم”. أخرجه السبعة.
قال الشيخ محمد بن صالح العثيمين -رحمه الله-: في هذا الحديث نص صريح واضح على أن غسل الجمعة واجب، والمتكلم به هو أفصح الخلق، والمتكلم به أنصح الخلق، والمتكلم به أعلم الخلق، فهو عليه الصلاة والسلام اجتمع في كلامه العلم، والثاني الفصاحة، والثالث النصح، ومثل هذا لا يمكن أن يقول قولا يوهم معنى غير ظاهره، ونحن إذا نظرنا إلى الظاهر عرفنا أن الوجوب محتم، ويدل لها أنه علقه بوصف يقتضي التكليف، وهو الاحتلام، فيكون هذا دليلا واضحا على أن المراد بالوجوب: اللزوم.
Dari Abu Sa‘id radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib atas setiap orang yang telah bermimpi basah.” Diriwayatkan oleh tujuh imam hadis.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Dalam hadis ini terdapat nash yang tegas dan jelas bahwa mandi Jumat itu wajib, dan yang mengucapkannya adalah makhluk yang paling fasih, yang mengucapkannya adalah makhluk yang paling tulus memberi nasihat, yang mengucapkannya adalah makhluk yang paling berilmu, yaitu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, dalam perkataan beliau terkumpul tiga hal: pertama: ilmu, kedua: kefasihan, dan ketiga: ketulusan nasihat. Dan orang yang seperti ini tidak mungkin mengucapkan suatu perkataan yang dapat menimbulkan makna yang menyelisihi makna zhahirnya. Dan jika kita melihat pada makna zhahir, kita mengetahui bahwa kewajiban itu benar-benar pasti. Dan yang menguatkan hal ini adalah bahwa beliau mengaitkannya dengan suatu sifat yang menuntut adanya taklif (pembebanan syariat), yaitu baligh (ditandai dengan) mimpi basah. Maka hal ini menjadi dalil yang jelas bahwa yang dimaksud dengan “wajib” adalah keharusan.”
Sumber: Fathu Dzil Jalali Wal Ikram, 1/331.






